Senin, 03 November 2014

Sistem Refrigerasi Absorpsi

Sistem refrigerasi absorpsi merupakan sistem refrigerasi yang menggunakan energi panas, baik itu panas dari pembakaran bahan bakar maupun panas buangan, untuk menghasilkan efek refrigerasi (penyerapan kalor). Sebenarnya teknologi ini umum digunakan pada tahun 1950an. Pada saat itu sumber panas yang digunakan berasal dari uap (steam) yang diproduksi dari boiler berbahan bakar minyak dan gas. Namun pada tahun 1973, harga bahan bakar minyak dan gas naik secara drastis sehingga banyak dilakukan peralihan dari sistem refrigerasi absorpsi ke sistem refrigerasi kompresi uap yang sampai saat ini banyak digunakan.

Prinsip Kerja 
Ketika garam littium bromide dilarutkan dalam air, titik didih dari air menjadi naik. Disamping itu, jika temperatur larutan garam tersebut dijaga konstan, efek dari pelarutan garam adalah menurunkan tekanan uap dari larutan hingga di bawah tekanan jenuh air murni pada temperatur itu. Untuk memahami prinsip kerja dari sistem refrigerasi absorpsi perhatikan gambar berikut:


Dua buah tangki yang masing masing berisi air (kiri) dan larutan 50 % garam LiBr (kanan) berada pada lingkungan yang temperaturnya 30 deg C. Kedua tangki ini saling berhubungan melalui saluran yang dilengkapi dengan keran (valve). Pada awalnya kran ini ditutup. Tekanan uap jenuh air pada 30  deg C adalah 4.24 kPa. Sedangkan tekanan uap larutan LiBr pada 30 deg C adalah 1.22 kPa. Ini artinya terdapat perbedaan tekanan antara tangki yang satu dengan yang lainnya. Secara alami gas akan berpindah dari tekanan tinggi ke tekanan rendah, namun karena kran ditutup maka uap air yang ada di sebelah kiri tidak dapat mengalir ke tangki sebelah kanan.
Kemudian kran tersebut dibuka, perhatikan gambar berikut


Dengan dibukanya keran, maka uap air yang berada pada tangki sebelah kiri akan mengalir ke tangki sebelah kanan. Uap air ini akan di absorpsi oleh larutan LiBr disertai dengan pelepasan panas karena bersifar eksotermis. Jika tekanan tangki sebelah kanan dengan suatu metode dijaga tekanannya pada 1.22 kPa, maka tekanan uap air di tangki sebelah kiri akan turun dari yang awalnya 4.24 kPa menjadi 1.22 kPa. Pada keadaan ini tidak ada lagi aliran uap air dari tangki sebelah kiri ke tangki sebelah kanan karena tekanannya sama. Pada tekanan 1.22 kPa, uap air bertemperatur 10 deg C. Ini artinya temperatur tangki sebelah kiri menjadi lebih rendah dari lingkungan dan meyebabkan penyerapan kalor. Di sini peristiwa refrigerasi terjadi. Namun efek refrigerasi ini hanya sebentar, seiring dengan penyerapan kalor dari lingkungan sehingga kesetimbangan termal dengan lingkungan terjadi. Di sisi lain konsentrasi garam pada tangki sebelah kanan sudah kurang dari 50 %.

Untuk mendapatkan keadaan awal lagi, proses generasi harus dilakukan, yaitu dengan menguapkan air pada larutan LiBr ditangki sebelah kanan. Perhatikan gambar berikut:


Untuk menguapkan air pada larutan LiBr dibutuhkan kalor. Uap air ini mengalir ke tangki sebelah kiri hingga keadaan awal tercapai lagi.

Uraian diatas merupakan prinsip kerja dari sistem refrigerasi absorpsi, namun dengan menggunakan dua buah tangki seperti yang dibahas tdak dapat menghasilkan efek refrigerasi yang terus menerus. Oleh karenanya modifikasi sistem perlu dilakukan dengan menggunakan tambahan tangki.

Sistem sederhana  diatas memang dapat menimbulkan efek refrigerasi (penarikan kalor), namun hanya bersifat sebentar karena akan berhenti pada saat tekanan di tangki kanan dan kiri sama. Setelah itu perlu menguapkan lagi air di tangki sebelah kiri untuk kembali ke keadaan awal. Untuk mendapatkan efek refrigerasi secara kontinyu perlu penambahan seperti gambar berikut:

Sistem refrigerasi absorpsi

Evaporator dan absorber merupakan dua tangki yang ditunjukkan pada sistem sebelumnya. Dengan cara ini efek refrigerasi dapat berlangsung secara kontinyu. Dalam sistem refrigerasi absorpsi terdapat dua siklus : siklus refrigeran (air) ditunjukkan oleh A-B-C-D dan siklus pelarut (larutan garam Litium Bromida) yang ditunjukkan B-C-E-F. Pada titik A refrigeran dalam keadaan tekanan dan temperatur rendah serta berfasa cair. Kemudian, di evaporator, refrigeran menyerap kalor dari objek yang didinginkan sehingga fasanya  berubah  menjadi gas (titik B). Refrigeran  yang berfasa gas ini mengalir ke absorber sehingga diabsorpsi oleh larutan LiBr, akbatnya larutan kaya akan refrigeran, keadaan ini disebut dengan larutan kuat (strong solution), kemudian larutan kuat ini dipompakan ke generator (titik C). Pada generator, kalor digunakan untuk memisahkan antara refrigeran dan pelarut. Karena titik didih refrigeran lebih rendah dari pada pelarut maka refrigeran menguap menuju kondenser. Uap refrigeran ini kemudian terkondensasi pada kondenser dengan membuang kalor sehingga fasanya menjadi cair (titik D). Setelah itu refrigeran dalam fasa cair ini diekspansi sehingga tekanannya menjadi rendah (titik A). Siklus ini terus berlangsung sehingga efek refigerasi (proses A-B) terjadi secara kontinyu. Disisi lain, pada siklus pelarut (B-C-E-F), larutan yang miskin akan refrigeran (titik C) diekspansikan untuk dialirkan ke absorber sehingga mengabsorb refrigeran menjadi larutan kuat. Siklus ini pun berlangsung terus menerus.


Untuk keperluan pengkondisian udara biasanya digunakan sistem air (H2O) sebagai refrigeran  dan Larutan Litium Bromida (LiBr) sebagai pelarut. Sedangkan untuk keperluan yang membutuhkan temperatur lebih rendah, seperti pembuatan es, digunakan ammonia (NH3) sebagai refrigeran dan air (H2O) sebagai pelarut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar