Sabtu,
15 November 2014 pukul 6.00 saya beserta 2 orang teman yaitu Shola dan Putri
dengan penuh semangat berjalan menuju kampus untuk mengikuti kegiatan Engineering
Go Green Action. Yaitu acara penanaman mangrove yang diadakan oleh Departemen
Sosial BEM FT. Kami sangat antusias sekali karena ingin ikut berkontribusi
menjaga lingkungan pinggir laut untuk mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi
yaitu pengabdian masyarakat dan mengabadikan momen berharga ini, yap foto-foto
:D *skip* Setelah berjalan kaki hampir 10 menit, tibalah kita di tempat
berkumpulnya acara untuk berangkat bersama-sama ke tempat lokasi. Di tempat
berkumpul tersebut kami melakukan registrasi, berkenalan dengan peserta
lainnya, dan pembagian kelompok. Saya sendiri dapat kelompok 5 bersama Rani (TL
2014), Iin dan Nasrul (D3 Tekim 2014), Shinta dan beberapa orang yang saya lupa
namanya. Sedangkan Putri dapat kelompok 4 dan Shola kelompok 8. Lokasi yang
kami tuju kali ini adalah Desa Timbulseloko, Kec Sayung, Demak. Telah kita
ketahui bahwa desa tersebut sering mengalami banjir rob dan abrasi sehingga
membuat rumah di desa terendam. Untuk menuju lokasi, kami semua menaiki truk
TNI yang jumlahnya tiga. Dan disitu saya mengingat momen ketika Learning Camp
Beasiswa Perintis 2 Salman ITB di Pusdikif Cimahi dimana menaiki kendaraan yang
sama dari Salman ITB menuju Pusdikif. Tahu kan bagaimana truk TNI ? Ya, betul
sekali. Sedikit terbuka sehingga kami semua merasakan angin semilir yang mengenai
badan kami. Rasanya campur aduk antara ngantuk dan merasa masuk angin. Haha *abaikan*
Tapi semuanya baik-baik saja tanpa ada insiden apapun.
Sabtu, 15 November 2014
Selasa, 11 November 2014
Valve (Kran)
Valve
adalah alat yang digunakan untuk mengatur dan mengarahkan atau mengontrol
aliran fluida. Fungsi utama valve
adalah merubah, membangkitkan, atau membatalkan sinyal untuk tujuan
pensensoran, pemproses, dan pengaturan. Kegunaan valve
adalah mengendalikan sebuah proses cairan, dalam posisi terbuka cairan akan
mengalir dari sisi yang bertekanan tinggi menuju sisi lain yang bertekanan
rendah. Valve
banyak di temui dalam kehidupan sehari hari, misalnya kran, valve tabung gas,
valve mesin cuci, valve bahan bakar kendaraan dan masih banyak lagi.
Secara
umum, pengoperasian valve adalah secara manual dengan merubah posisi sudut
sebuah pegangan / tuas , pedal maupun roda. Namun, di bidang industri banyak
dipakai sistem otomatis dengan pengontrol, ada beberapa cara pengontrolan valve
(cara mengontrol valve) misalnya dengan tenaga hydraulik, pneumatik dan
elektrik. Semua jenis valve, pada umumnya memiliki tiga bagian penting yaitu: Aktuator, Body dan Disc.
Macam-macam
valve, diantaranya :
A. Berdasarkan Aktuator
Dilihat
dari metode operasinya atau jenis aktuatornya, valve dibagi menjadi dua jenis
yaitu:
1. Manual
Valve: dioperasikan secara manual
2. Control
Valve: dioperasikan secara terkendali / jarak jauh dengan menggunakan sistem.
Ciri-ciri
utama dari manual valve adalah untuk membuka dan tutup valve nya harus
dilakukan secara manual dengan cara diputar handwheel / tuasnya. Jenis ini
sangat banyak kita jumpai di sekitar kita baik di rumah ataupun diberbagai
fasilitas umum.
Sedangkan
Control Valve, merupakan jenis valve yang tidak mudah ditemui disekitar kita
dan hanya digunakan untuk keperluan industri saja. Sebuah control valve
biasanya membutuhkan sistem yang digerakkan oleh udara bertekanan / pneumatik,
liquid bertekanan / hidrolik ataupun motor listrik, tergantung dari tipe-tipe
desainnya dan kebutuhan proses.
Fouling
Fouling dapat
didefinisikan sebagai akumulasi endapan yang tidak diiinginkan pada permukaan
perpindahan panas dan menjadi
tahanan tambahan pada peristiwa perpindahan panas yang menghalangi laju
perpindahan panas serta meningkatkan konsumsi energi. Bahan fouling
dapat terdiri dari baik organisme hidup (biofouling) atau zat non-hidup
(organik atau anorganik). Fouling terbagi menjadi dua, yaitu fouling makro dan
fouling mikro.
Fouling makro adalah pengendapan
organisme makro dan partikulat anorganik yang berukuran besar pada tabung
penukar panas. Zat-zat tersebut dapat mengotori permukaan penukar panas, menyebabkan
kerusakan koefisien perpindahan panas yang relevan, dapat membuat penyumbatan
aliran, dan menyebabkan kerusakan. Cara menanganinya yaitu dengan shutdown pabrik untuk menghilangkan
fouling makro dan untuk perbaikan dengan biaya yang mahal.
Sedangkan fouling mikro
adalah pengendapan zat terlarut dan tidak larut air pendingin langsung pada
permukaan transmisi panas dari penukar panas. Dengan deposisi ini perpindahan
panas sangat berkurang. Pembentukan fouling mikro sangat
dipengaruhi oleh bahan tabung (misalnya: peningkatan biofouling dengan titanium
dan stainless steel, kecenderungan korosi dengan bahan tembaga), dan suhu air.
Fouling mikro dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu :
Gasifikasi
Gasifikasi adalah
proses oksidasi parsial dimana sumber karbon seperti batu bara, gas alam, atau
biomassa dipecah menjadi karbon monoksida (CO) dan hidrogen (H2),
plus karbon dioksida (CO2) dan kemungkinan molekul hidrokarbon
seperti metana (CH4). Atau merupakan suatu proses perubahan bahan bakar padat secara termokimia menjadi
gas, dimana udara yang
diperlukan lebih rendah dari udara yang digunakan untuk proses pembakaran.
Gasifikasi
bukan merupakan teknologi baru. Hal tersebut telah dikembangkan pada tahun
1800an dan dimanfaatkan sebagai tenaga pada mesin kendaraan pembakaran dalam
(Internal Combustion Engine) selama Perang Dunia kedua. Gasifikasi merupakan
salah satu teknologi yang sangat fleksibel untuk menghasilkan hidrogen dengan
pembakaran yang bersih (clean-burning) yang dapat digunakan untuk bahan bakar kendaraan
dan pembangkit listrik. Hidrogen dan gas dari batu bara lainnya juga dapat
digunakan untuk bahan bakar pembangkit turbin atau sebagai bahan kimia “building
blocks” untuk cakupan produk yang komersial.
Gasifikasi
pada suhu rendah berkisar antara 700-1000 deg C akan menghasilkan gas yang
memiliki level hidrokarbon tinggi dibandingkan gasifikasi pada suhu tinggi. Akibatnya,
gas tersebut dapat langsung digunakan untuk pembakaran yang dapat menghasilkan
panas atau listrik melalui steam turbine atau untuk menjalankan mesin
pembakaran dalam (internal combustion engine) untuk pembangkit listrik. Sistem
gasifikasi pada suhu rendah dapat diintegrasikan dengan siklus turbin gas utuk pembangkit
listrik atau disebut juga dengan IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle).
Gasifikasi
pada suhu tinggi yaitu pada suhu 1200-1600 deg C menghasilkan sedikit hidrokarbon
tetapi menghasilkan CO dan H2 dalam porsi yang lebih besar. Contoh proses
gasifikasi ini adalah proses pembuatan gas sintesis (syngas atau biosyngas)
yang dapat digunakan untuk mensintesis hidrokarbo rantai panjang menggunakan
teknik Fischer-Tropsch (FT). Jika rasio H2 terhadap CO adalah 2:1, teknik FT
dapat digunakan untuk menkonversi syngas menjadi biodiesel sintetis kualitas
tinggi.
Senin, 03 November 2014
Istilah Dalam Gas Alam
Natural Gas
Mcf: one thousand cubic feet of natural gas
Mmcf: one million cubic feet of natural gas
Bcf: one billion cubic feet of natural gas
Tcf: one trillion cubic feet of natural gas
Mmcf/d: millions of cubic feet of gas per
day
Energy equivalents
Boe: barrel of oil (one barrel of oil equals 6,000
cubic feet of natural gas)
Mboe: one thousand barrels of oil equivalent
Mmboe: one million barrels of oil equivalent
Mmcfe: one million cubic feet of natural gas equivalent
Bcfe: one billion cubic feet of natural gas equivalent
Tcfe: one trillion cubic feet of natural gas
equivalent
BTU – British Thermal Unit. The amount of energy
required to raise the temperature of one pound of water by one Fahrenheit
degree. One BTU is equivalent
to 252 calories, 0.293 watt-hours or 1,055 joules.
CCF – One Hundred Cubic Feet
One CCF is one hundred cubic feet of natural gas at standard distribution
pressure of 14.73 pounds per square inch and 60° Fahrenheit.
Christmas tree – The arrangement of pipes and
valves at the wellhead to control the flow of oil or natural gas and to prevent
blowouts.
CNG – Compressed Natural Gas
Completion – The procedure by which a
successful well is readied for production.
Compressor station – Stations located along natural gas pipelines which recompress gas to ensure an even flow.
Compressor station – Stations located along natural gas pipelines which recompress gas to ensure an even flow.
Conventional Resource – Any area where natural gas can be
drilled and extracted vertically.
Cubic foot – The amount of natural gas required at room temperature at sea level to fill a volume of one cubic foot.
Cubic foot – The amount of natural gas required at room temperature at sea level to fill a volume of one cubic foot.
Derrick/Drilling Rig – A steel structure mounted over the
borehole to support the drill pipe and other equipment that is lowered and
raised during drilling operations (Sebuah
struktur baja dipasang di atas lubang untuk mendukung pipa bor dan peralatan
lainnya yang diturunkan dan dinaikkan selama operasi pengeboran).
Directional drilling – A technique that enables drilling
at an angle to reach a particular underground formation.
DOE – Department of Energy
A cabinet-level federal agency created in 1977 to replace the Federal
Energy Administration. The DOE
manages national energy policy, nuclear power and nuclear weapons programs, and
the national energy research labs.
Drilling permit – Authorization from a regulatory
agency to drill a well.
Drillbit – Tool used in drilling to break up rock mechanically in order to penetrate the subsoil. The bit drills a circular hole.
Drillbit – Tool used in drilling to break up rock mechanically in order to penetrate the subsoil. The bit drills a circular hole.
Sistem Refrigerasi Absorpsi
Sistem
refrigerasi absorpsi merupakan sistem refrigerasi yang menggunakan energi
panas, baik itu panas dari pembakaran bahan bakar maupun panas buangan, untuk
menghasilkan efek refrigerasi (penyerapan kalor). Sebenarnya teknologi ini umum
digunakan pada tahun 1950an. Pada saat itu sumber panas yang digunakan berasal
dari uap (steam) yang diproduksi dari boiler berbahan bakar minyak dan gas.
Namun pada tahun 1973, harga bahan bakar minyak dan gas naik secara drastis
sehingga banyak dilakukan peralihan dari sistem refrigerasi absorpsi ke sistem
refrigerasi kompresi uap yang sampai saat ini banyak digunakan.
Prinsip Kerja
Ketika garam littium bromide dilarutkan dalam air, titik didih dari air menjadi naik. Disamping itu, jika temperatur larutan garam tersebut dijaga konstan, efek dari pelarutan garam adalah menurunkan tekanan uap dari larutan hingga di bawah tekanan jenuh air murni pada temperatur itu. Untuk memahami prinsip kerja dari sistem refrigerasi absorpsi perhatikan gambar berikut:
Dua
buah tangki yang masing masing berisi air (kiri) dan larutan 50 % garam LiBr
(kanan) berada pada lingkungan yang temperaturnya 30 deg C. Kedua tangki
ini saling berhubungan melalui saluran yang dilengkapi dengan keran (valve).
Pada awalnya kran ini ditutup. Tekanan uap jenuh air pada 30 deg C adalah
4.24 kPa. Sedangkan tekanan uap larutan LiBr pada 30 deg C adalah
1.22 kPa. Ini artinya terdapat perbedaan tekanan antara tangki yang satu dengan
yang lainnya. Secara alami gas akan berpindah dari tekanan tinggi ke tekanan
rendah, namun karena kran ditutup maka uap air yang ada di sebelah kiri tidak
dapat mengalir ke tangki sebelah kanan.
Refrigerasi
A-B : Un-useful superheat (kenaikan temperatur yang menambah beban kompresor). Sebisa
mungkin dihindari kontak langsung antara pipa dan udara sekitarnya dengan cara
menginsulasi pipa suction.
B-C : Proses kompresi (gas refrigerant
bertekanan dan temperatur rendah dinaikkan tekanannya sehingga temperaturnya
lebih tinggi dari media pendingin di kondenser. Pada proses kompresi ini
refrigerant mengalami superheat yang sangat tinggi.
C-D : Proses de-superheating (temperatur
refrigerant mengalami pemurunan, tetapi tidak mengalami perubahan wujud,
refrigerant masih dalam bentuk gas).
D-E : Proses kondensasi (terjadi perubahan wujud refrigerant dari gas
menjadi cair tanpa merubah temperaturnya).
E-F : Proses sub-cooling di kondenser (refrigerant
yang sudah dalam bentuk cair masih membuang kalor ke udara sekitar sehingga
mengalami penurunan temperatur). Sangat berguna untuk memastikan refrigerant
dalam keadaan cair sempurna.
F-G : Proses sub-cooling di pipa liquid (refrigerant cair masih mengalami penurunan
temperatur karena temperaturnya masih diatas temperatur udara sekitar). Pipa
liquid line tidak diinsulasi, agar terjadi perpindahan kalor ke udara,
tujuannya untuk menambah kapasitas refrigerasi. (Note: dalam beberapa kasus pipa
liquid harus diinsulasi).
G-H :
Proses ekspansi/penurunan tekanan (refrigerant dalam bentuk cair diturunkan
tekanannya sehingga temperatur saturasinya berada dibawah temperatur ruangan yang
didinginkan, tujuannya agar refrigerant cair mudah menguap di evaporator dengan
cara menyerap kalor dari udara yang dilewatkan ke evaporator). Terjadi
perubahan wujud refrigerant dari cair menjadi bubble gas sekitar 23% karena
penurunan tekanan ini. Jadi refrigerant yang keluar dari katup ekspansi / masuk
ke evaporator dalam bentuk campuran sekitar 77% cairan dan 23% bubble gas.
H-I :
Proses evaporasi (refrigerant yang bertemperatur rendah menyerap kalor dari
udara yang dilewatkan ke evaporator. Terjadi perubahan wujud refrigerant dari
cair menjadi gas. Terjadi juga penurunan temperatur udara keluar dari
evaporator karena kalor dari udara diserap oleh refrigerant).
I-A :
Proses superheat di evaporator. Gas refrigerant bertemperatur rendah masih
menyerap kalor dari udara karena temperaturnya yg masih dibawah temperatur
udara. Temperatur refrigerant mengalami kenaikan. Superheat ini bergua untuk
memastikan refrigerant dalam bentuk gas sempurna sebelum masuk ke kompresor.
Aplikasi
sistem refrigerasi tidak terbatas, tetapi yang paling banyak digunakan adalah
untuk pengawetan makanan dan pendingin suhu, misalnya lemasi es, freezer, cold strorage, air conditioner/AC Window, AC split dan AC mobil.
Minggu, 02 November 2014
Mengenal Cacat Weld Line Pada Artikel / Part Plastik (Bagian 2)
Cacat
sambungan pada artikel plastik atau weld
line adalah defek yang sangat susah untuk dihilangkan, baik penyebabnya;
ketahanannya dan kenampakannya adalah sangat dipengaruhi oleh kelima komponen
utama dalam pemrosesan plastik sebagai berikut, meliputi :
- Desain part atau artikel
- Desain tool dan konstruksinya
- Pemilihan material dan handlingnya
- Pemrosesan
- Testing
karena
upaya untuk mengurangi dan memperbaiki isu weld
line ini terkait dengan kelima komponen diatas, pada tulisan kali ini akan
dibahas komponen yang pertama terlebih dahulu yaitu desain part atau artikel.
1. Desain
part atau artikel
Untuk
meminimize efek dari weld line, maka desainer harus mempertimbangkan performa
artikel dan pola aliran lelehan dari plastik ketika mulai memasuki mold (celah
cavity), yang juga adalah menjadi pertimbangan sebagai penyelesaian dalam
komponen kedua yaitu desain tool.
Desain
part atau artikel selanjutnya bisa diibaraktkan sebagai seni dalam menyatukan
kemampuan dari mesin produksi, kebutuhan pasar dan produk akhir artikel itu
sendiri yang harus berkualitas seperti diharapkan. Sebagai contoh apabila
hendak memproduksi part atau artikel dengan ukuran yang besar, maka dibutuhkan
beberapa gate atau multi gate tempat aliran memasuki mold (celah cavity), yang
selanjutnya memungkinan akan berakibat pada terjadinya weld line, bahkan
seringkali kita diharuskan mendesain suatu artikel plastik dengan feature
tertentu (plug play) untuk proses assembly di tahapan selanjutnya,
sehingga butuh pembelokan arah aliran lelehan tertentu yang seringkali juga
berakibat pada terbentukan weld line.
Sebagaimana diketahui bahwa pembelokan arah aliran lelehan menghasilkan
ketebalan dinding yang berbeda, sehingga mengakibatkan terjadinya interupsi
dari aliran yang akan membentuk weld line.
Intinya
semua kondisi ini harus dipertimbangkan terutama menyangkut pola aliran lelehan
ketika mulai memasuki mold (celah cavity) yang pada giliranya keadaan ini akan
semakin mempersulit proses perancangan mold, karena semakin banyak pula
hambatan yang harus dihadapi (ketika Anda mendesain suatu artikel sebetulnya Anda
mendesain suatu mold), keputusan sulit dan kompromi terkadang harus dibuat
untuk mendapatkan solusi yang tepat.
Mengenal Cacat Weld Line Pada Artikel / Part Plastik (Bagian 1)
Cacat
sambungan di artikel plastik atau biasa dikenal sebagai weld line adalah posisi
dimana dua aliran lelehan muka dari mold yang berbeda membentuk garis yang
kasat mata. Seringkali secara kenampakan weld line ini akan membentuk seperti
garis batas, yang juga biasa dikenal dengan istilah garis aliran atau garis
jahitan. Weld line akan mengakibatkan produk rejek dan terkadang dengan jumlah
yang cukup signifikan, merupakan problem yang umum yang harus dihadapi oleh
para praktisi pemrosesan plastik atau molder.
Weld
line secara signifikan memperlemah struktur artikel plastik secara keseluruhan
dan bahkan dapat menghasilkan masalah yang lebih parah lagi apabila inti
permasalahannya dibiarkan begitu saja. Dalam beberapa kasus weld line ini
terkadang akan berbentuk seperti cacat seperti guratan halus, glossy yang
berbeda, tingkat haze dan blush yang berbeda dan pewarnaan yang tidak sempurna.
Alasan
mengapa weld line ini dapat memperlemah struktur dari artikel plastik tidak
langsung berkaitan dengan temperatur dari aliran muka itu sendiri, yang seolah-olah
bekerja seperti mendesak satu sama lain, karena pada kenyataanya lelehan ini
tidaklah memiliki kesempatan untuk menjadi dingin dan mengeras pada saat yang
tidak bersamaan, sesungguhnyalah lelehan ini memiliki sifat seperti lava –
secara mikroskopis lelehan akan menggelinding dan lalu memancarkan panas yang
tersimpan didalam lelehan itu sendiri.
Proses Cooling Pada Material Polimer Semi Kristalin (Bagian 4)
Kondisi dan waktu pasti pemanasan akan berbeda
dan bergantung pada jenis polimer maupun ketebalan kupon. Shrinkage akan
terlihat seperti ilustrasi dibawah, terutama untuk jenis kupon yang mengalami
pendinginan tidak merata, apabila dibandingkan sesaat sebelum dan sesudah
dilakukan pemanasan di oven.
Kupon yang melengkung dapat diukur dengan menggunakan
mistar yang fleksible atau setidaknya dengan menggunakan tali. Sedangkan
permukaan yang kompleks yang bisa jadi sulit untuk dilakukan pengukuran
selanjutnya dapat dievaluasi dengan menghitung jumlah distorsi yang terjadi,
yang lalu dibandingkan dengan sampel kontrol.
Pengukuran ini seharusnya tidak dibingungkan dengan orientasi akibat penarikan atau peregangan pasca ekstrusi. Hampir semua bagian part atau artikel hasil ekstrusi dengan area dinding yang luas akan memiliki lebih shrinkage searah MD (machine direction atau searah) dibandingkan dengan shrinkage searah TD (transversal direction atau menyilang), karena adanya faktor penarikan dan atau bentuk die itu sendiri.
Sedangkan untuk mengevaluasi shrinkage akibat proses cooling, maka alangkah baiknya apabila perbandingan hanya dilakukan pada besarnya perbedaan ukuran dari permukaan dengan arah yang berlawanan saja dan bukan shrinkage keseluruhan kupon.
Pengukuran ini seharusnya tidak dibingungkan dengan orientasi akibat penarikan atau peregangan pasca ekstrusi. Hampir semua bagian part atau artikel hasil ekstrusi dengan area dinding yang luas akan memiliki lebih shrinkage searah MD (machine direction atau searah) dibandingkan dengan shrinkage searah TD (transversal direction atau menyilang), karena adanya faktor penarikan dan atau bentuk die itu sendiri.
Sedangkan untuk mengevaluasi shrinkage akibat proses cooling, maka alangkah baiknya apabila perbandingan hanya dilakukan pada besarnya perbedaan ukuran dari permukaan dengan arah yang berlawanan saja dan bukan shrinkage keseluruhan kupon.
Proses Cooling Pada Material Polimer Semi Kristalin (Bagian 3)
Kontrol dari proses kristalisasi atau shrinkage dan
stress lanjutan akan bergantung pada kontrol dari kecepatan pendinginan telah
menyebar ke seluruh artikel atau part, dapat dicapai dengan pengurangan
kecepatan proses pendinginan atau penginterupsian pendinginan sehingga
permukaan luar dari part atau artikel hasil ekstrusi akan mengalami pendinginan
secara perlahan dan mengijinkan panas dari sisi lain untuk berdifusi ke
permukaan yang lebih dingin.
Hal ini biasanya akan menjadi kritikal untuk artikel atau
part hasil ekstrusi yang menghendaki pendinginan lebih cepat yang selanjutnya
dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan bentuk tertentu, pendinginan awal biasanya
disesuaikan sekadar untuk menghasilkan bentuk yang dikehendaki.
Dengan pendinginan kilat kontinyu, maka akan ada
kemungkinan untuk terjadinya stress internal pada part atau artikel. Lalu
bagaimana kita mengetahui bahwa telah terjadi pendinginan yang berlebih ? cara
simple dan cepat untuk mengetahuinya adalah dengan memotong beberapa artikel
atau part hasil ekstrusi menjadi berbentuk seperti kupon dan lalu memanaskanya
di oven pada temperatur 93 – 148 deg C, selanjutnya didinginkan dan diukur
nilai shrinkage dari permukaan dingin dan permukaan panas nya untuk bahan
perbandingan.
Proses Cooling Pada Material Polimer Semi Kristalin (Bagian 2)
Mengapa fenomena proses kristalisasi pada polimer semi
kristalin ini menjadi penting ? Sebagaimana diketahui bahwa struktur amorphous
dapat membeku sebagian apabila digunakan metode pendinginan kilat.
Namun karena polimer adalah penghantar panas yang buruk,
maka satu sisi bidang area bisa didinginkan ketika permukaan sebaliknya dari
suatu produk ekstrusi masih menyimpan panas, bahkan ketika produk itu baru saja
keluar dari line produksinya. Hal ini selanjutnya akan menghasilkan bidang
struktur amorphous yang besar pada satu sisi dan bidang strutkur semi kristalin
pada sisi lainnya.
Dikarenakan densitas dari porsi kristaline akan naik dan
mengakibatkan shrinkage yang berlebih dibandingkan dengan porsi amorphous nya,
maka fenomena ini akan mengakibatkan desakan (stress) internal yang terjadi
pada artikel atau part yang tidak lain disebabkan oleh shrinkage pada satu sisi
yang lebih besar dibandingkan dengan sisi yang lainnya.
Pada lembaran ekstrusi, pendinginan kilat pada satu sisi
dapat mengakibatkan warpage. Pada pipa maka efek ini akan menyebabkan desakan
yang tinggi pada dinding yang akan mengurangi sifat-sifat fisisnya, terutama
untuk kekuatan benturan (impact strength) dan ketahanan terhadap terjadinya
stress crack (stress crack resistance).
Proses Cooling Pada Material Polimer Semi Kristalin (Bagian 1)
Jika kebutuhan proses hanya menghendaki kapasitas
pendinginan kecil, itu berarti jika mesin yang digunakan memiliki kapasitas
pendinginan besar, proses akan menjadi lebih baik. Namun hal ini tidak lah
selalu demikian terutama untuk memproduksi suatu artikel atau part dengan
ukuran yang besar dan terbuat dari polimer jenis kristalin, terlebih lagi
apabila proses mensyaratkan pendinginan dari satu sisi saja. Tipikal proses
seperti ini diantaranya adalah pipa, beberapa produk lembaran, part atau
artikel menggunakan aplikasi blow molding dan profil yang berongga.
Polimer kristalin memiliki kecepatan shrinkage yang
tinggi, terutama pada saat lelehan mulai menjadi dingin. Hampir semua lelehan
molimer memiliki struktur yang hampir seluruhnya amorphous yang tidak memiliki
struktur molecular yang teratur. Selanjutnya polimer kristalin ini sebagian
akan menghasilkan struktur semi kristalin begitu didinginkan, yang adalah
keadaan naturalnya dan relaksasinya. Bentuk molekul menjadi lebih teratur dan
struktur menjadi terikat lebih kuat apabila dibandingkan struktur amorphous
nya.
Sabtu, 01 November 2014
Skala Fahrenheit
Skala Fahrenheit adalah salah satu skala suhu selain
Celsius dan Kelvin. Nama Fahrenheit diambil dari ilmuwan Jerman yang bernama Gabriel
Fahrenheit (1686-1736). Skala ini dikemukakan pada tahun 1724. Dalam
skala ini, titik beku air adalah 32°F dan titik didih air adalah 212°F .
Negatif 40°F sama dengan negatif 40 derajat Celsius. Skala
Fahrenheit banyak digunakan di Amerika Serikat.
Daniel Gabriel Fahrenheit (24 Mei 1686-16
September 1736) adalah seorang fisikawan Jerman. Fahrenheit lahir di Danzig,
Polandia. Dia menemukan pertama kali skema Fahrenheit pada tahun 1724. Pada
tahun 1720, setelah melakukan berbagai penelitian, Fahrenheit menemukan bahwa
penggunaan air raksa dalam pembuatan alat pengukuran suhu akan menjamin
keakuratan. Derajat suhu yang digunakan dalam termometer tersebut kemudian
diberi nama Fahrenheit, sesuai nama penemunya. Fahrenheit meninggal dunia pada
tahun 1736.
Ada beberapa perdebatan mengenai bagaimana Fahrenheit memikirkan skala
temperaturnya.
Versi
pertama menyatakan bahwa
Fahrenheit menentukan titik nol (0 °F) dan 100 °F pada skala
temperaturnya dengan cara mencatat temperatur di luar terendah yang dapat ia ukur,
dan temperatur badannya sendiri. Temperatur di luar terendah ia jadikan titik
nol yang ia ukur pada saat musim dingin tahun 1708 menjelang tahun 1709 di
kampung halamannya, Gdánsk (Danzig) (-17.8 °C). Fahrenheit ingin
menghindari suhu negatif di mana skala Ole Rømer seringkali menunjuk temperatur
negatif dalam penggunaan sehari-hari. Fahrenheit memutuskan bahwa suhu tubuhnya
sendiri adalah 100 °F (suhu tubuh normal adalah mendekati 98.6 °F,
berarti Fahrenheit saat itu sedang demam ketika bereksperimen atau termometernya tidak
akurat). Dia membagi skala normalnya menjadi 12 divisi, dan kemudian ke-12
divisi masing-masing dibagi lagi atas 8 sub-divisi. Pembagian ini menghasilkan
skala 96 derajat. Fahrenheit menyebut bahwa pada skalanya, titik
beku air pada 32 °F, dan titik didih air pada 212 °F,
berbeda 180 derajat.
Langganan:
Postingan (Atom)